Dunia Kerja Itu Keras? (An Unpopular Opinion From A Fresh-Grad)

Riza Putri
3 min readMar 30, 2020

--

Okay, setelah beberapa kali post-poned untuk menulis tentang topik ini akhirnya saya pun memutuskan untuk menerjermahkan isi kepala dan hati saya ke dalam tulisan singkat yang sepertinya akan terlihat seperti curhat colongan slash a smart-ass in some way.

A year plus 1 month after my graduation ceremony a.k.a the finish line of my academic journey pursuing a Bachelor's degree in Psychology. Now, a new chapter begins. A chapter on “Choosing the right career path”.

Dunia Kerja.

Saat masih sekolah dulu rasanya ga sabar buat cepat-cepat lulus dan terjun ke dunia kerja, pilah-pilih pekerjaan mana yang cocok dengan minat dan bakat yang saya punya. Kalau waktu kecil cita-cita saya menjadi seorang Presiden Republik Indonesia. Yup, such a big dream for a 10-year-old kid. Alasannya simple, saya ingin Indonesia menjadi Negara yang makmur dan sejahtera, no poverty, no criminals, kids getting proper education, and we all live happily side by side. To live in peace and harmony is an ideal life which most people would crave. — Yes, those are just some uthopian shit.

Beberapa kali saya dengar dan baca pendapat orang-orang disekitar saya tentang pengalaman their real first job. Review nya mayoritas bisa dibilang negatif. Maklum, mungkin karena masa transisi. Entah culture kantor yang tidak klik, atasan yang demanding, bekerja tanpa apresiasi, atau yang mungkin seringkali ditemui adalah porsi kerja dengan benefit yang tidak seimbang. Well, what can we say, being a fresh-grad leaves us nothing much to ask, yang penting bagaimana kita bisa mengambil ilmu sebanyak mungkin dari tempat kerja itu, mengembangkan diri dan berkontribusi semampu kita.

Di masa-masa seperti ini saya jadi tiba-tiba teringat saat masih bekerja sebagai seorang intern di kantor pertama saya. Dulu saya sering banyak diskusi dengan senior-senior satu divisi dan membuat perspektif saya tentang dunia kerja pelan-pelan terbuka. Beberapa kutipan yang saya ingat dari diskusi tersebut: (1) Dunia kerja itu keras, (2) Jadilah your ideal-self (“fake it till you make it” aphorism) ketika berada di lingkungan kantor jangan biarkan orang-orang melihat dirimu yang sebenarnya karena office politic is a real thing mau tidak mau suka tidak suka (3) Tinggalkan hati di rumah dan bawa pikiranmu saja ketika bekerja supaya tidak gampang ‘baper’ (oh, I hate this word).

Dulu saya cukup membantah apa yang dituturkan oleh senior saya tersebut karena bagi saya nasehat-nasehat tersebut cukup bersebrangan dengan idealisme yang saya pegang. Tapi, lambat laun saya justru merasa bahwa kutipan-kutipan itulah yang membawa saya melangkah sejauh ini. Memiliki mental seperti seorang ‘professional’ memang tak semudah itu didapatkan.

Dunia kerja itu saya akui cukup keras, ditambah lagi tak ada pekerjaan yang sempurna, dan saya belajar tentang hal itu setelah saya masuk ke kantor kedua saya kemarin. Entah kenapa dunia kerja seakan di format untuk mengacak-acak idealisme kita, dengan maksud untuk membuka perspektif kacamata kuda kita, dan entah kenapa saya percaya bahwa proses pengembangan diri itu dilakukan dengan proses analisa trial and error kita yang terus-menerus berlangsung. Belajar lewat setiap error yang kita lakukan sampai akhirnya kita punya ‘how to master professionalism 101 handbook’ milik kita sendiri.

With love,
R

--

--

Riza Putri
Riza Putri

Written by Riza Putri

Neither a bard nor a novelist. Crafting stories from the fragments of the mundane. Just a lover of the written word in its freest form.

No responses yet